Jumat, 03 Februari 2017

Surat Terbuka Ahli Hukum MUI Menjawab Permintaan Maaf Ahok


KH Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Hukum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Abdul Chair Ramadhan menulis sebuah surat terbuka untuk menanggapi permintaan maaf Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada Ketua Umum MUI, KH Ma'ruf Amin. Ahok meminta maaf setelah dikecam karena dinilai menghina Kiai Ma'ruf dalam sidang kedelapan kasus penistaan agama, Selasa (31/1).

Di akhir suratnya, Abdul Chair mengimbau para penasehat hukum Ahok bertaubat atas kesalahan membela orang yang telah menistakan agama. Berikut isi lengkap surat terbuka yang bertemakan "TANGGAPAN DAN BANTAHAN ATAS PERMINTAAN MAAF AHOK":

I Prolog

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyampaikan permintaan maaf kepada Ketua Umum MUI K.H. Ma'ruf Amin dan Nahdlatul Ulama (NU), melalui video. Ahok menyampaikan ada kesalahpahaman dalam pernyataannya dalam persidangan kemarin kepada KH. Ma'ruf Amin. Dari video yang dikirimkan oleh Timses Ahok-Djarot kepada detikcom, Rabu (1/2/2017), Ahok mengatakan tidak ada maksud melaporkan K.H. Ma'ruf Amin ke Polisi.

Semua substansi permintaan maaf tersebut adalah justru memperkuat penghinaan yang bersangkutan kepada umat Islam pada umumnya, dan diri pribadi K.H. Ma'ruf Amin pada khususnya. Perhatikan ucapannya yang mengatakan:

"Saya kira itu penjelasan saya, semoga kesalahpahaman ini bisa dihentikan dan terutama jangan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengadu domba saya dan pihak NU, apalagi dihubungkan dengan Pilkada."

"Dan tentu kami tidak ingin bangsa kita yang sudah begitu berjuang digaduhkan lagi oleh kerja oknum-oknum yang mengadu domba. Saya selama ini banyak dibela oleh NU, para nahdliyin, termasuk Banser, Anshor, teman-teman semua. Bagaimana mungkin saya bisa berseberangan dengan NU yang jelas-jelas menjaga kebhinekaan dan nasionalis seperti ini."

Penjelasan dan permintaan maaf Ahok tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, dalam rekaman sidang sangat jelas Ahok dan Penasehat Hukum telah melakukan kebohongan publik dan bahkan menyerang kehormatan KH Ma'ruf Amin dan termasuk Majelis Ulama Indonesia.

Berikut subtansi rekaman tersebut:

Ahok telah menyatakan kebohongan publik dengan mengatakan KH Ma'ruf Amin telah menunjuk Habib Rizieq Shihab sebagai Ahli untuk kepentingan pemberian keterangan di sidang pengadilan. Fakta sebenarnya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) hanya merekomendasikan nama-nama para Ahli sesuai dengan keilmuannya masing-masing, berdasarkan permintaan dari pihak Bareskrim Mabes Polri, jadi bukan penunjukkan sebagaimana dikatakan oleh Ahok.
   

Ahok mengatakan akan melakukan proses hukum terhadap KH Ma'ruf Amin dengan tuduhan keji "telah berbohong". Dia juga mengatakan bahwa dirinya telah dipermainkan terkait dengan hak-haknya, ditegaskan pula dirinya telah didzalimi, disebutkan "…dan percayalah, kalau anda mendzalimi saya, anda lawan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa …. dan saya akan buktikan satu persatu, dipermalukan nanti."
   

Salah satu PH Ahok, Humphrey Djemat telah menyudutkan dan mempersiarkan di depan pengadilan bahwa KH Ma'ruf Amin telah dihubungi oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang permintaannya untuk segera mengeluarkan Fatwa tentang penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok dan yang bersangkutan dengan tegas menyatakan bahwa: "KH Ma'ruf Amin telah memberikan keterangan palsu dan meminta untuk dilakukannya proses hukum."

II. Tanggapan dan Bantahan

Pertama

Kata-kata: "….jangan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengadu domba saya dan pihak NU apalagi dihubungkan dengan Pilkada.…. digaduhkan lagi oleh kerja oknum-oknum yang mengadu domba."

Mengindikasikan Ahok telah dengan sengaja menuduh Umat Islam di luar NU sebagai pihak yang ingin mengadu domba antara dirinya dan pihak NU. Di luar NU dianggap olehnya sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam mengadu domba, dan secara sadar kepastian dimaksudkan adalah pihak pelapor, lawan politik atau pesaingnya dalam Pilkada dan Umat Islam di luar NU.

Padahal, mayoritas pihak pelapor, lawan politik atau pesaingnya tidak dapat diidentikkan dengan NU. Masalah penodaan agama bukanlah masalah institusi kelembagaan NU dan Non-NU maupun MUI, tetapi masalah umat Islam yang menuntut ditegakkannya hukum secara adil kepada pelaku penodaan agama. Bukan hanya kepada Ahok, tetapi kepada siapa saja yang melakukannya. Dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok tidak terkait dengan penyelenggaraan Pilkada, tidak ada hubungannya sama sekali. Justru Ahok yang selalu mengaitkannya.

Kegaduhan bermula justru dari diri Ahok sendiri, semua kegaduhan yang terjadi disebabkan dari perkataan dan tindakannya yang sangat anti dengan Islam, bukan dari pihak lain.

Kedua

Kata-kata: "…. saya selama ini banyak dibela oleh NU, para Nahdliyin termasuk Banser, Anshor….. Bagaimana mungkin saya bisa berseberangan dengan NU yang jelas-jelas menjaga kebhinekaan dan nasionalis seperti ini."

Ahok telah melakukan politik devite et impera, dengan secara tegas dia melakukan klaim sepihak bahwa dia selama ini telah di bela oleh NU, para Nahdliyin termasuk Banser, Anshor. Dengan demikian, secara sadar kepastian dia mengatakan bahwa semua pihak yang berseberangan dengan dirinya, termasuk yang melaporkannya, yang menggerakkan massa dalam Aksi Bela Islam, termasuk MUI yang mengeluarkan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI terkait dengan Fatwa penghinaan terhadap Alim Ulama dan/atau Umat Islam dan Fatwa penghinaan terhadap Al-Qur'an adalah berseberangan dengan NU dengan segenap ormas dibawah naungannya.

Ormas-Ormas Islam diluar NU dianggap tidak memiliki integritas dalam menjaga kebhinekaan dan tidak memiliki rasa nasionalisme. Hal ini mengindikasikan semakin jelasnya nuansa adu domba, dengan melakukan polarisasi antara NU dan bukan NU.  Ahok telah melakukan klasterisasi antara "NU dengan bukan NU".  NU diklaim sebagai pembelanya, baik dalam posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan berbagai kebijakannya yang merugikan umat Islam maupun sebagai pembelanya dalam posisinya sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta, dan lebih menjurus lagi NU diklaim menjadi pembelanya dalam kasus dugaan penodaan terhadap Al-Qur'an dan penghinaan terhadap Alim Ulama dan/atau Umat Islam.

Ketiga

Terkait dengan pernyataan Ahok dengan tuduhan keji bahwa KH Ma'ruf Amin telah berbohong, bahkan disebutkan "….dan percayalah, kalau anda mendzalimi saya, anda lawan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa …. dan saya akan akan buktikan satu persatu, dipermalukan nanti," merupakan perbuatan fitnah dan penghinaan. 

Perkataan "anda mendzalimi" menunjuk kepada "subjek tunggal", lain halnya jika disebut "kalian". Dengan demikian, yang dituju adalah diri pribadi KH Ma'ruf Amin. Sangat keji perkataan "anda (baca: KH. Ma'ruf Amin) lawan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa" dan "dipermalukan nanti", bermakna KH Ma'ruf Amin telah melawan Allah SWT, dan Ahok akan mempermalukannya. Jadi adalah bohong pernyataan permohonan maaf yang disampaikan, tidak bermaksud melaporkan KH Ma'ruf Amin, hanya ditujukan kepada para Saksi Pelapor saja.

Pernyataan Humphrey Djemat bahwa KH Ma'ruf Amin telah dihubungi oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang permintaannya untuk segera mengeluarkan Fatwa dan pernyataanya bahwa KH Ma'ruf Amin telah memberikan keterangan palsu dan meminta untuk dilakukannya proses hukum, telah menimbulkan dampak negatif di masyarakat, dan dapat menimbulkan gangguan terhadap Ketertiban Umum.

Pernyataan Humphrey Djemat juga termasuk kategori perbuatan fitnah dan bahkan penghinaan atau permusuhan kepada Alim Ulama dan/atau umat Islam. Pernyataan Humphrey Djemat secara sadar kepastian telah menuduh MUI secara institusi melakukan konspirasi dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam proses terbitnya Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI.

Dengan demikian, antara pernyataan Ahok dan Humphrey Djemat adalah sama, yakni terhadap KH Ma'ruf Amin akan dikriminalisasikan. Terlepas jadi atau tidaknya proses hukum terhadap KH Ma'ruf Amin, pernyataan itu menimbulkan kegaduhan baru di masyarakat dan mengancam Ketertiban Umum.

III. Rekomendasi

Majelis Ulama Indonesia sebagai pihak yang berkepentingan memiliki hak untuk melakukan serangkaian upaya hukum terhadap Penasehat Hukum Ahok dan termasuk Ahok yang telah menciptakan situasi tidak kondusif di masyarakat. Kepada mereka harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib sesuai dengan ketentuan hukum pidana.

Majelis Ulama Indonesia harus segera menyampaikan keberatan kepada Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim untuk selalu memperingatkan kepada para Penasehat Hukum Ahok agar penyampaian pertanyaan harus dilakukan dengan sopan dan tidak mengarah kepada hal-hal yang bersifat pribadi, tanpa intimidasi psikologis dan pertanyaan harus sesuai dengan konteks pemeriksaan. Penasehat Hukum Ahok memposisikan dirinya telah 'mengadili' dan bukan menggali atau mencari kebenaran materiil untuk kepentingan pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya. Selain itu, harus ada ketegasan tentang durasi waktu dalam pemberian keterangan. Sangat tidak lazim pada contoh KH Ma'ruf Amin pemeriksaan terhadapnya selama lebih-kurang 7 (tujuh) jam.

Majelis Ulama Indonesia bersama dengan Ormas-Ormas Islam dan para Pelapor harus meminta kepada Majelis Hakim untuk melakukan penahanan terhadap Ahok, karena yang bersangkutan telah mengulangi perbuatannya. Dikhawatirkan Ahok akan terus membuat kegaduhan baru, mengganggu dan mengancam Ketertiban Umum, menjelang Pilkada dan setelahnya.

Kepolisian Negara Republik Indonesia harus segera mengusut adanya dugaan tindak pidana penyadapan pembicaraan antara KH Ma'ruf Amin dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Himbauan Kepada Penasehat Hukum Ahok.

Saya sudah sampaikan teguran dan peringatan keras kepada Sdr. Sirra Prayuna melalui hubungan telephone, Rabu 1 Februari 2017, Jam 10.49 WIB bahwa saya tidak terima dan mengecam atas kelakuan Ahok dan Sdr. Humphrey Djemat. Sirra Prayuna –selaku Ketua Penasehat Hukum Ahok– harus pula bertanggung jawab secara moral atas kelakuan Ahok dan anggota Penasehat Hukum. Jangan sampai kejadian serupa seperti intimidasi psikologis, pelecehan terhadap para Saksi, terulang kembali pada saat pemeriksaan para Ahli.

Kepada para Penasehat Hukum Ahok, hendaknya anda semua bertaubat, karena jika anda masih membela Ahok sebagai terdakwa penodaan agama, maka menurut syariat Islam anda memiliki kualifikasi yang sama dengan Ahok. Takutlah kalian akan sulitnya menghadapi sakratul maut, siksa adzab kubur, dan menghadapi sidang pengadilan Akhirat atas segala apa yang kalian lakukan saat ini. Biarlah para Penasehat Hukum yang non Muslim yang melakukan pembelaan terhadap Ahok.

Jakarta, 1 Februari 2017.

H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH.


Sumber : http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/02/03/okrc1k361-surat-terbuka-ahli-hukum-mui-menjawab-permintaan-maaf-ahok-part2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar